“Aku suka menggambar, tapi aku gak mau jadi seniman.”
Kamu pernah mengungkapkan hal yang sama seperti Ayang? Lalu, apa yang kamu lakukan setelahnya?
Keinginan untuk tidak mengikuti jalan keluarganya menjadi seniman membuat Ayang Cempaka terus berpikir agar kemampuan menggambarnya tetap bisa memberikan nilai lebih. Kepada tim Jenius dan Living Loving, Ayang pun menuturkan kisahnya memulai karier menjadi ilustrator.
Sebagai sarjana Arsitek, Ayang tidak lantas meniti karier sesuai jurusan kuliah pilihannya. Sebaliknya, ia lebih memilih memulai bisnis tas hasil desainnya sendiri. Namun, setelah 5 tahun berjalan, hasil usaha tersebut tidak selalu bagus. Ia tetap kesulitan menemukan penjahit yang sesuai dengan keinginannya.
Ayang menuturkan kisahnya saat mulai merintis bisnis tas hasil desainnya sendiri.
Sejak pindah ke Dubai, Ayang gak lagi bisa meneruskan bisnisnya. Walaupun begitu, saat Instagram mulai populer di tahun 2013, Ayang mengunggah hasil karyanya di media sosial tersebut. Meski awalnya gak berpikir ke arah sana, inilah yang kemudian membuka jalan kariernya sebagai ilustrator. Ia membuat desain untuk Lino Luna, klien pertamanya sejak pindah ke Dubai. “Inisiatif justru datang dari orang lain. Barulah kemudian aku memutuskan untuk jadi ilustrator,” ungkap Ayang di sela-sela cerita.
Dari usaha bisnis sebelumnya, Ayang sadar untuk gak terlalu banyak berharap.
“Awalnya excited (mulai berbisnis), pengin bikin ini itu. Rasanya banyak banget ide, sedangkan dalam kehidupan nyata belum tentu kepegang”
Ayang Cempaka
Tahun ini, saat kembali ke Dubai, ia belajar untuk gak mengharapkan hasil apapun. Ia hanya fokus pada kemampuannya, yaitu menggambar. Inilah yang mendorongnya untuk gak lagi mengurus produksi, hanya memberikan jasa desain saja.
Berbicara soal karya, ia juga gak sungkan mengaku bahwa ia pada awalnya meniru beberapa konsep desain dari ilustrator lain. Menurutnya, dari kegiatan meniru itulah seorang ilustrator pada akhirnya bisa menemukan gayanya sendiri. Sedangkan untuk jenis project yang ia terima, ia mengaku gak terlalu memilih. “Aku mikirnya yang penting aku seneng, ini pekerjaan yang menyenangkan menurutku,” ungkapnya.
Melihat pangsa pasar di luar Indonesia, Ayang berharap ia dapat menjangkau customer atau klien dari luar negeri, khususnya Dubai. Hal ini diakuinya melalui penggunaan Bahasa Inggris pada setiap postingan gambar di akun Instagram miliknya.
Ayang sedang meyakinkan salah satu peserta untuk mulai merekrut partner kerja. Harus mulai percaya dengan orang lain, katanya.
Selain menceritakan pengalamannya merintis bisnis hingga fokus menjadi ilustrator, Ayang juga berbagi beberapa tips untuk teman-teman yang baru saja menjejaki industri desain kreatif. Terutama perihal pricing terkait jasa desain. Di awal kerja sama, dia menganjurkan untuk gak perlu terlalu pemilih, sebaliknya ikuti saja dulu harga pasaran.“Nanti baru tanya lagi ke diri sendiri, kamu mau dibayar segitu? Per hour atau per project?,” ungkap Ayang.
Sebab di sektor jasa, yang menjadi tantangan adalah menghitung man hour dan harga guna sebuah karya. Sedangkan untuk karyanya sendiri, ia juga memperhatikan durasi dan lokasi di mana karyanya beredar. Hal lain yang juga harus disepakati dari awal adalah jumlah maksimum revisi. Menurutnya, kadang klien gak selalu tau gaya desain ilustrator. Mereka merasa semua ilustrator pasti bisa menggambar apapun yang diinginkan klien. “Itu yang bikin misscomm. Jadi dari awal sepakati berapa kali maksimum revisi,” ungkapnya.
Hal lain yang ditekankan Ayang dalam sesi talkshow ini adalah hiring. Memang untuk dirinya sendiri, Ayang mengaku gak memperkerjakan orang lain. Tapi menurutnya, bila masih di Indonesia dan gak berpindah-pindah ke luar kota atau bahkan luar negeri, hiring tetap harus dilakukan.
“Kamu gak mungkin kerja sendiri terus-menerus. Gak perlu sampai cari yang bisa duplikat kerjaanmu, yang penting didelegasikan aja”
Ayang Cempaka.
Menurutnya, dengan mendelegasikan sedikit pekerjaan ke orang lain, kamu bisa fokus di bagian lain, misalnya pemasaran. Kalau terbatas secara modal dan gak mampu memberikan fee bulanan, Ayang menyarankan untuk cari freelancer dengan perhitungan yang berbasis pada jumlah jam kerja. Selain lebih praktis, biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit.
Selama sesi talkshow kemarin, peserta juga berbagi cerita dan pengalaman memulai bisnis dari kemampuan mendesain. Bahkan salah satu peserta membawa hasil karyanya yang berupa kartu e-money dengan custom design tiket kereta api ala Hogwarts Express dalam film Harry Potter!
Kamu fans berat Harry Potter? Wajib punya kartu e-money yang satu ini inih!
Creative talkshow ini merupakan hasil kolaborasi Jenius dengan Living Loving, pada 28 Juli lalu di Living Loving Studio. Punya ide menarik dan ingin berkolaborasi dengan Jenius untuk event selanjutnya? Submit ide kamu di sini.
Comments ( 0 )