“Dari diskusi tentang self-love di Co.Creation Week 2022, kita jadi tau cara yang perlu dilakukan biar gak overwhelmed dengan perasaan-perasaan yang muncul akibat stres.”
Bicara tentang cinta, biasanya yang terlintas pertama kali di benak adalah sosok yang punya tempat khusus di hati kita. Jarang sekali kita terpikirkan diri kita sendiri ketika membahas soal cinta; padahal kita sendiri memerlukan asupan cinta yang cukup, biar bisa melanjutkan setiap langkah dalam hidup dengan lebih ringan.
Nabila Gasani (Hypnotherapist & Human Design Reader) juga mengatakan bahwa penting bagi kita untuk menjadi kawan baik bagi diri kita sendiri. Menurutnya, cara menumbuhkan self-love adalah dengan menemukan kenyamanan terlebih dahulu dengan segala kelebihan serta kekurangan diri.
“Tubuh ini kan kendaraan kita untuk hidup di dunia. Tapi, apakah tubuh dan jiwa ini kondisinya sama? Bisa berbeda. Self-love itu soal gimana caranya tubuh dan jiwa ini bisa padu—selaras,” ujarnya dalam acara Jenius Talk “Practicing Self-Love, Being Kinder to Myself” pada Sabtu (29/10) lalu di The Warehouse, Plaza Indonesia.

Ade Binarko & Mima Shafa. (Sumber: Jenius Co.Create)
Ade Binarko (Mental Health Activist & Podcaster) yang menjadi host acara ini, juga mengajak bergabung Mima Shafa (Mental Health Influencer) yang juga mahasiswi jurusan Psikologi untuk berdiskusi bersama. Bagaimana caranya menumbuhkan self-love agar kita lebih tenang dan merasa nyaman di tengah berbagai pemicu kecemasan saat ini? Berikut aku rangkum buat kamu, Co.Creators!
Baca juga: Self-Love: Cara Menyayangi Diri Sendiri
1. Kenali diri sendiri
Hal paling esensial untuk memulai self-love yaitu dengan membuka diri untuk mengenal diri kita lebih dalam lagi. Menurut Nabila, ketika sudah mengenal dan memahami diri sendiri dengan baik, kita akan lebih mudah menerima kekurangan- kekurangan yang ada menjadi bagian dari diri kita.
“Kalau mau bisa self-love, harus ada self-acceptance dulu. Sebelum terima diri kita, kita harus kenal dulu kekurangan dan kelebihannya. Apakah kita bersedia menerima kekurangan kita?” katanya lagi.
“Kalau sudah menerima apa yang kita miliki ini, kita udah kenal, akhirnya bisa nyaman dan aman untuk ada di tubuh ini juga. Cara mempraktikkannya pun simpel: luangkan waktu untuk sendiri, bersama diri kita. Bisa juga dengan becermin. Nyaman gak sih dengan wajah yang kita lihat di cermin? Gak apa-apa gak sih kalau muka kita berjerawat, misalnya.”
2. Beri afirmasi positif kepada diri sendiri
Cerita serupa dialami juga oleh Mima, yang menemukan kenyamanan dengan menghabiskan waktu untuk sendiri, sebagai caranya mengisi ulang kembali “daya” dirinya.
Ia juga meyakini bahwa self-talk, yaitu berbincang dengan diri kita sendiri seperti halnya kita bicara dengan seorang kawan, juga bisa membantunya bangkit untuk bisa melewati tantangan yang muncul.

Para peserta Jenius Talk ikut memberi afirmasi positif terhadap diri sendiri. (Sumber: Jenius Co.Create)
“Aku sudah sering ikut hipnoterapi, yang sebetulnya seperti self-talk juga. Ketika kita mengalami kesusahan, misalnya, jangan bilang, ‘Aduh, gue bodoh banget, sih.’ Itu negative self-talk,” jelasnya.
“Lebih enak didengar kalau kita bilang ke diri kita sendiri, ‘Gak apa-apa kalau masih gak ngerti, kita coba lagi aja, ya.’ Jadi menurutku self-talk untuk memberi afirmasi positif atas apa yang kita upayakan itu perlu dilakukan di saat-saat butuh seperti itu sih,” sambungnya.
Baca juga: Self-Care: Beda Orang, Beda Cara
3. Validasi emosi yang muncul
Sama halnya ketika kita menjalin hubungan dengan orang lain, diri kita juga membutuhkan pengertian serta dukungan. Ketika merasa down, Nabila mengatakan bahwa ini merupakan hal wajar dalam hidup. Meski demikian, penting bagi kita untuk tetap bisa kompak dengan diri sendiri.
“Kita hidup itu kayak berlayar, ada pasang, surut, dan ada gelombang. Diri kita ini fisik dan mental harus bisa saling bantu. Caranya bagaimana? Dengan menjadi teman yang baik buat diri sendiri. Susah maupun senang ditemani, karena pada akhirnya yang kita punya adalah diri kita. Kita harus bisa kuat,” kata Nabila lagi.

Nabila Gasani sebagai narasumber. (Sumber: Jenius Co.Create)
Lebih lanjut, Mima menambahkan. Katanya, validasi emosi pun diperlukan ketika perasaan yang gak nyaman itu tetap ada, bahkan setelah kita menemani diri dan memberikan afirmasi positif. Becermin dari pengalamannya, ia pun menganggap itu hal yang patut divalidasi.
“Gak apa-apa kalau kita masih merasa jealous dengan pencapaian orang-orang yang kita lihat di social media, bahkan setelah kita bilang ke diri sendiri bahwa, ‘Life is not a race. We’re not living in a stadium to race with the others.’ Gak apa-apa. Itu kita juga perlu memberi validasi diri atas perasaan yang muncul,” ujar Mima.
4. Ciptakan batasan
Bagi sebagian orang, menumbuhkan self-love bisa terasa seperti sedang bersikap egois, padahal menurut Nabila, keduanya merupakan hal berbeda. Menurutnya, keputusan atau pilihan yang diambil atas dasar self-love selalu berakar dari cinta kasih. Sementara pilihan yang egois biasanya didasarkan pada ketakutan atau ketidaknyamanannya kita akan suatu hal.
“Misalnya ada temen ngajak jalan, padahal aku lagi butuh sendiri. Kalau self-love, aku akan memilih untuk menolak ajakan itu supaya aku bisa recharge. Kalau aku sudah recharged dan merasa lebih nyaman, abis itu aku bisa ketemu teman-teman dan memberi apa yang bisa kubantu untuk mereka,” jelasnya.
Baca juga: Langkah Kecil untuk Bangkit Setelah Terkena Layoff
“Sementara itu, kalau kita egois, kita memilih untuk menolak ajakan karena kita mikirnya, ‘Ah, temen ini cuma datang kalau lagi butuh.’ Jadi keputusan untuk menolaknya itu didasarkan pada ketidaknyamanan kita, bukan untuk memberi boundaries atau batasan sehat.”
Lebih lanjut, Nabila juga mengatakan bahwa melakukan self-love bukan berarti abai dengan pekerjaan, tanggung jawab, dan tugas-tugas kita. Justru dengan kita tahu perbedaan antara self-love dan egois, serta batasan yang muncul dari prinsip-prinsip self-love tadi, kita justru akan semakin sadar dengan tanggung jawab dan lebih produktif lagi dalam bekerja.
5. Lakukan dengan konsisten
Baik Mima dan Nabila sama-sama sepakat bahwa menjaga mental health butuh niat dan konsistensi sepanjang hayat. Sama halnya dengan menjaga kebugaran tubuh fisik kita, perlu “asupan” dan “latihan” rutin juga agar mental kita terjaga kesehatannya.

Peserta Jenius Talk bertanya terkait self-love. (Sumber: Jenius Co.Create)
“Menjaga mental health dan self-love ini sampai kapan sih? Seumur hidup. Menjaga kesehatan fisik kan gak ada patokannya. Lalu kapan melakukannya? Sekarang juga, karena kita perlu ada koneksi sama diri sendiri, nyaman dengan diri sendiri,” kata Nabila lagi.
“Awalnya saya juga mencoba untuk nyaman dulu dengan diri sendiri. Saya nyoba gimana rasanya nonton sendiri, liburan sendiri. Ternyata saya baik-baik saja. Lalu dari (rasa) nyaman itu akhirnya jadi cinta,” pungkasnya.
Kamu pun bisa mencoba meluangkan waktu khusus dengan diri sendiri untuk semakin mengenal karakter diri, dan memeluk segala kekurangan serta kelebihannya. Solo traveling ke tempat healing pun bisa diwujudkan dengan mudah, dengan dukungan fitur Dream Saver dari Jenius.
Baca juga: Jalan-Jalan Bareng Jenius ke Singapura
Michael Hartawan, selaku Digital Bank Brand and Marketing Lead Bank SMBC Indonesia, mengatakan bahwa Jenius dikembangkan salah satunya dari kebutuhan masyarakat untuk bisa menabung tanpa harus ke bank. Lewat diskusi dengan pengguna Jenius di Co.Create dulu, ditemukan juga adanya kebutuhan untuk bisa menabung sedikit demi sedikit untuk mewujudkan rencana finansial mereka, salah satunya liburan.

Michael Hartawan memaparkan fitur Jenius. (Sumber: Jenius Co.Create)
Kamu bisa merencanakan solo traveling dengan menargetkan sejumlah budget di fitur Dream Saver. Simpanan yang bisa dibagi ke dalam beberapa saku berbeda ini memberi kemudahan bagi kamu untuk memisahkan tabungan untuk beragam rencana. Menabung untuk solo traveling pun bisa tetap berjalan sedikit demi sedikit, tanpa mengganggu simpanan untuk dana darurat!
Comments ( 0 )