Pernah dengar quote “money is more taboo than sex”? Kenyataannya, pada pasangan menikah pun, membicarakan keuangan tetap menimbulkan rasa frustrasi dan ketegangan. Ini karena suami dan istri adalah 2 orang yang datang dari latar belakang berbeda, sehingga sering kali memiliki dua pandangan serta kebiasaan yang sangat berbeda tentang uang.
Menurut data BKKBN pada tahun 2020, masalah keuangan adalah penyebab perceraian pasangan nomor 2! Potensi krisis keuangan di dalam keluarga paling rawan terjadi justru di tahun-tahun awal pernikahan, saat memiliki anak, dan ketika memasuki masa pensiun. Karena itulah, penting membangun pondasi komunikasi terkait uang, keterbukaan, dan pembagian tugas dalam pengelolaan uang dalam rumah tangga. Jadi, mari bekerja sama dalam membangun kesejahteraan dalam keluarga. Meski kamu dan pasangan punya pandangan berbeda, kalian bisa gunakan langkah-langkah berikut.
Baca juga: Berutang: Bagian Rencana Keuangan yang Perlu Perhatian Ekstra
1. Memiliki Rekening Bersama
Beberapa pasangan—terutama para suami—punya keyakinan bahwa yang penting kewajiban kepada istri dan anak beres, gak usah repot istri tau atau gak perlu setor. Frasa “setoran” ini gak tepat dipakai, karena terkesan membebani.
Pernikahan adalah suatu kemitraan yang mana dalam menyelesaikan masalah secara bersama dan mencapai tujuan pun secara bersama. Semua dilakukan atas kepentingan bersama. Sehingga, diperlukan penyatuan pendapatan untuk membayar kebutuhan operasional bersama, maupun melakukan investasi bersama.
2. Mendiskusikan Pilihan Gaya Hidup
Misalnya, sang suami terbiasa dan nyaman memakai barang-barang brand tertentu dengan harga mahal, akan tetapi sang istri terbiasa berbelanja di mana pun tanpa harus memandang brand tertentu. Jika jumlah pendapatan suami istri gak bisa mendukung selera mahal sang suami, maka hal ini bakal menjadi masalah.
Pernikahan adalah tentang suatu kompromi, jika kebiasaan yang kamu bawa dari sebelum pernikahan sulit untuk diteruskan, maka diskusikanlah sejauh mana dan bagaimana kompromi bisa dilakukan biar adaptasi tersebut gak menimbulkan stres berlebih.
Baca juga: Berencana Beli Hunian Pertama? Yuk Ikuti Langkah-Langkah Ini
3. Komunikasikan Perbedaan Pendapatan
Dalam kultur patrilineal di Indonesia, suami seolah diwajibkan memiliki pendapatan lebih besar daripada istri, sehingga ketika istri bekerja dan kondisi yang terjadi sebaliknya, ini bisa menjadi tantangan besar dalam rumah tangga. Pandangan patrilineal membuat laki-laki sering berpikir bahwa istri akan lebih merasa berhak “mengatur” akibat memiliki pendapatan lebih besar dibandingkan berpikir bahwa pendapatan besar istri adalah rezeki bagi keluarga. Sebaliknya, kultur ini juga sering kali membuat istri merasa memiliki nasib yang kurang beruntung dibandingkan perempuan di luar sana.
Yang harus dilakukan adalah membicarakan dan menyadari keadaan saat ini, lalu membuat kesepakatan. Misalnya, biaya operasional rumah tangga tetap akan disesuaikan dengan penghasilan suami, dan kebutuhan investasi masa depan keluarga, serta liburan akan memakai standar penghasilan istri. Atau bisa juga bikin kesepakatan bahwa gak penting siapa yang menghasilkan pendapatan lebih banyak, tapi keduanya harus sama-sama mengerjakan dan mengusahakan yang terbaik dari setiap usaha.
4. Jujur saat Berbelanja
Kenapa harus berbohong saat beli sesuatu? Ada 2 kemungkinan. Pertama, kamu tau bahwa yang dilakukan itu melanggar komitmen pengeluaran, atau malas mendapatkan stigma dari pasangan “tukang belanja”, atau “si sumber masalah keuangan” dalam keluarga.
Padahal berbelanja diam-diam akan dianggap oleh pasangan sebagai bentuk pengkhianatan kecil, lalu menimbulkan perasaan iri dan ingin membalas, “Kalau dia bisa beli HP semahal itu, kenapa aku gak boleh?” Daripada diam-diam dan berbohong, kenapa gak coba bikin wishlist bareng tentang barang yang sedang diinginkan? Jadi, kamu bisa menanyakan pendapat pasangan tentang barang yang ingin dibeli.
5. Buat Tujuan Keuangan Bersama
Hal paling menyakitkan dalam sebuah hubungan adalah harapan yang gak terpenuhi. Sering kali harapan tersebut gak tercapai karena gak dianggap sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan bersama, atau hanya salah satu yang menjadikan hal ini tujuan sehingga yang lain gak tau. Jika sang istri selalu memiliki keinginan untuk segera memiliki rumah setelah pernikahan, mungkin akan sangat menyedihkan ketika menghabiskan waktu bersama dengan 2 anak dalam rumah yang disewa bersama.
Apakah kondisi batin istri ini diketahui oleh suami? Apakah sang suami juga tau bahwa mereka harus menjadikan memiliki rumah adalah tujuan keuangan rumah tangga? Kalau gak, maka ini sumber masalahnya. Mulai bicarakan secara terbuka apa saja impian-impian bersama, lalu realisasikan dalam rencana dan strategi keuangan.
Baca juga: Seberapa Impulsif Kamu dalam Berbelanja?
Nah, hal-hal di atas tadi perlu diperhatikan kalau pernikahan ingin lancar dan minim perseteruan tentang uang. Jadikan pernikahan sebagai sebuah partnership, jalankan di atas komitmen bersama. Menikah memang membutuhkan banyak keterampilan, di antaranya komunikasi dan pengelolaan keuangan.
Comments ( 0 )