Thanks for sharing
Ini adalah cerita Jenius-ku bersama partner, awal mula pakai Jenius SMBC Indonesia dan akhirnya keterusan.
Suatu ketika orang tuaku pernah bertanya, “Kamu udah punya tabungan apa aja? Ada yang udah dialokasikan buat berkeluarga, lanjut S-2, atau apa gitu gak?”
Ya kujawab aja, “Udah, tapi belum dialokasikan khusus, masih bingung juga mau gimana.”
Lantas mereka bercerita tentang kehidupan keuangan selama 30 tahun berumah tangga. Garis besar yang aku tangkap memang cenderung rumit, tapi bahasa gampangnya, “Alhamdulillah, but not really okay.”
So far aku merasa kondisi keuangan orang tuaku gak ada kendala, toh aku juga gak pernah denger kabar atau melihat barang disita, surat berharga digadaikan, dan bentuk lainnya yang dianggap momok selayaknya orang yang terjerat utang. Namun, dari awal aku memang dilatih agar gak hidup terlalu royal. Ibuku tipikal orang yang suka masak di rumah, sedangkan bapakku jarang terlihat pakai gadget dan fashion kekinian selama masih bekerja dulu. Walaupun demikian, keluarga kami tetap bisa family time di restoran, mal, dan tempat wisata, bahkan tetap mengajak saudara. Lifestyle ini yang kemungkinan bakal terus kupertahankan.
Beruntung aku mengenal partner yang mau diajak diskusi terbuka soal keuangan. Kami sama-sama berkomitmen uang bukanlah urusan belakangan, melainkan harus disepakati sesuai niatan dan kemampuan. Waktu itu partner juga kenalin http://www.jenius.com yang testimoninya bantu banget atur duit karena fitur-fiturnya. Dan akhirnya aku ikutan coba, fungsional sekali ternyata!
Kami pernah diskusi soal uang dan pekerjaan. Ada 6 bahasan yang kami ulik, mulai dari siapa yang menjadi “nakhoda” arus kas, keinginan punya tabungan bersama, sikap atas perbedaan penghasilan, dan lainnya.
Siapa yang akan mengatur keuangan?
Hal esensial setelah menerima penghasilan adalah pertanyaan apakah uang akan dikelola masing-masing atau dipasrahkan ke “manajer keuangan” keluarga? Kami berencana agar ada alokasi uang bulanan yang dipos sesuai fungsinya, seperti belanja dapur biar tetap ngebul, perbaikan atau pembangunan rumah, isi perabotan, dan lain-lain. Nah, adanya Flexi Saver ini bantu banget bikin pos keuangan yang macem-macem tadi. Dari segi pengeluaran pun ada fitur Moneytory. Jenius bisa bikin log history otomatis uang kita dipakai untuk apa aja, dan kita bisa atur kategorinya langsung di satu aplikasi. Praktis banget, gak perlu pindah apps lagi.
Tabungan bersama atau sendiri?
Sendiri ada, tabungan khusus yang barengan juga wajib punya. Alasan utamanya, tabungan bareng ini agar lebih fokus dalam mengatur long-term plan, macam kebutuhan punya rumah impian, kendaraan, pendidikan pilihan buat kami masing-masing, atau untuk anak (kalau emang fiks sih, hehe). Tabungan sendiri ya fokus aja buat memanjakan hobi macam rakit PC, punya tanaman impian, upgrade gawai, atau nyobain tren terbaru. Dulu sih kepikirannya kayak dimasukin macam ke celengan, tapi Jenius udah kasih fasilitas Dream Saver. Udah nabung, ditambah bunga lagi, kurang keren apa coba?
Istri punya penghasilan lebih gede? Why not?
Di era milenium kedua ini, peluang pekerjaan yang gak mendiskriminasi jumlah penghasilan bagi perempuan semakin banyak. Hal inilah yang berpeluang istri menerima penghasilan lebih besar daripada suaminya. Dan ini gak masalah. Soal penghasilan ini, yang menjadi pokok adalah kewajiban untuk menafkahi istri (dan anak) dari suami, terlepas berapa alokasi yang sebaiknya diberikan. Ada banyak referensi terutama dari perspektif keagamaan yang aku yakini.
Pilihan istri untuk jadi full-time mom
Partnerku bercerita bahwa rekan kantornya, walaupun sudah berkeluarga dan punya anak masih balita, tetap bisa bekerja secara penuh. Kisah inilah yang membuatnya tetap ingin menjalankan peran istri, ibu, sekaligus profesional dalam karier. Di sisi lain, motivasi untuk tetap bekerja yaitu sebagai safety-net. Jika terjadi kasus sang suami di-PHK, istri tetap punya peran untuk menjaga kestabilan keuangan rumah tangga. Perencanaan ini layak dipertimbangkan apalagi setelah becermin dengan kisah-kisah kurang menyenangkan selama pandemi ini. Meski demikian, tetap mengutamakan kemampuan masing-masing, ya. Bisa jadi ada pertimbangan lain dari keluarga kedua belah pihak. There is no one-for-all solution.
Instrumen investasi untuk keluarga
Kami punya kesamaan soal pilihan instrumen investasi jangka panjang, yaitu saham dan reksadana. Kami punya saham untuk kebutuhan “menabung” bukan trading. Kami yakin investasi saham punya capital gain dalam waktu di atas 10 tahun, selama konsisten di emiten bluechip. Namun, bukan berarti kami gak berniat punya aset non-liquid macam kepemilikan tanah. Punya tanah juga masuk opsi yang dipertimbangkan dengan kuat. Tanah bisa diolah untuk pertanian/perkebunan, maupun dimanfaatkan nilai guna bangunannya untuk kos, ruko, dan lain-lain. Yah, ngimpi dulu gak dosa, kan?
Kredit dan cicilan? Hmm…
Aku dan partner belum berencana punya cicilan yang sifatnya non-esensial, kecuali membeli rumah. Itu pun bukan berarti aku anti sama kartu kredit, ya. Sering kali model kartu kredit dibutuhin buat bayar langganan digital macam Spotify, Apple Music, dan Netflix. Itu pun full-payment. Untungnya ada kartu debit Jenius yang bisa kita atur buat “pengganti” kartu kredit yang pakainya gak ribet, bahkan gak perlu khawatir biaya tahunan. Intinya, kalau memang niat pakai kartu kredit, usahakan tetap bijak, sesuai kemampuan, bukan untuk masalah gengsi.
Itu tadi semacam plan and wish kami untuk mengusahakan yang terbaik terutama dari segi keuangan. Terima kasih juga buat Jenius yang udah menghadirkan pengalaman baru menggunakan jasa keuangan selama 4 tahun ini. Happy anniversary! Semoga senantiasa menemani.
Simple life, happier you!
Comments ( 1 )